Senja ; Teruntuk Yang Kurindu


Teruntuk, Senja
   Lelah rasanya menjadi manusia yang berada di persimpangan. Bingung harus ke kanan atau kekiri. Harus bertahan atau menjadi yang pertama mengakhiri. Bertahan sejauh ini rasanya cukup melelahkan, apalagi menghadapi dia yang sifatnya membuatku mati perlahan. Mengakhiri semuanya? Aku bukanlah perempuan yang mampu sebegitu mudahnya melepas apa yang selama ini kupertahankan, bukan perempuan yang mampu melepas satu hati dan berpaling dengan mudahnya,  itu bukan aku. Ya aku tau awalnya ini terlalu cepat, terlalu murahan rasanya menerima dia yang baru mengenalku dalam hitungan hari. Kejam rasanya memandang diriku sendiri mengabaikan mereka yang telah berbulan-bulan mengenalku dan berharap padaku demi dia yang akhirnya tak seperti yang kuharapkan. Menyesal? Tidak, aku tak menyesal menaruh hati pada laki-laki itu. Kecewa? Tentu, banyaklah aku berharap padanya namun ternyata harapanku salah.
   Kita tak berjarak, setidaknya tak butuh waktu yang lama agar mampu bertemu. Tapi nyatanya, dia menciptakan jarak sendiri diantara kita berdua. Membangun penghambatnya sendiri diantara aku dan dia. Lalu aku bisa apa? Berlari membunuh jarak yang dia ciptakan? Sudah kulakukan, namun dia semakin menambah jarak diantara kita, lalu memberdirikan benteng tinggi menjulang ditengah jalan yang membuatku berhenti. Berhenti, benar-benar berhenti.
   24 jam, waktu yang kita punya. Aku tau dia sibuk benar akan dunia-nya, namun aku heran akan sisa waktu yang dia punya. Tak ada kah semenit dua menit untuk berjumpa hanya bertukar sapa? Tak adakah sekata-dua kata yang ingin dia ucapkan di dunia nyata? Tak adakah dia punya rindu yang merengek meminta pertemuan seperti yang rindu-ku lakukan ?
   Cinta memang tentang keegoisan,bukan? Betapa egoisnya ingin memiliki namun akhirnya mencampakkan dan mengecewakan tanpa rasa bersalah. Betapa egoisnya segala rindu yang kupunya, segala rasa-rasa tak bernama yang setiap kalinya merengek dan memohon untuk dipertemukan pada tuannya, ya Dia. Bagaimana dengannya? Hampir saja kulupa wajahnya secara nyata. Aku tak peduli dengan teknologi dunia maya, cinta itu nyata.
   Tempo hari, aku tau dia punya banyak waktu untuk bertemu, tapi sayangnya dia telah meluangkan waktunya untuk oranglain yang bahkan bisa ia bertemu setiap hari. BAGAIMANA DENGAN AKU? Sekarang aku tak ingin lagi berbicara tentang “Bagaimana dengannya?”. BAGAIMANA DENGAN AKU? BAGAIMANA DENGAN AKU? Aku tak peduli tentang keegoisan ini, toh dia pun tak pernah peduli bukan?
   Jahat? Tentu dia tidak jahat. Setidaknya dia mencintaiku. Sungguh? Entahlah, aku pun tak tau.
Jika dia mencintaiku, tak mungkin dia membiarkanku merindukannya sampai seperti ini. Jika dia mencintaiku, dia akan memberikanku sebuah pertemuan tanpa harus aku memintanya. Jika dia mencintaiku, dia tak akan membuatku menunggu. Jika dia mencintaiku, seharusnya dia tau kapan dia harus mendengarkanku dan kapan dia harus kudengarkan. Jika dia mencintaiku, dia akan mengusahakan apapun itu. Jika dia mencintaiku, jika dia mencintaiku, JIKA DIA MENCINTAIKU, JIKA...............................
   Teruntuk dia yang kurindu, selalu. Kuharap kamu  memberiku kepastian apa aku harus menyerah sekarang? Makin lama sepi ini bersarang hebat dihatiku. Kamu tak mungkin merasakannya, karna kamu tak pernah tau sebanyak apa aku mencintaimu. Teman-temanmu penting bukan, aku tak menyalahkan mereka. Aku mengherankan bagaimana bisa kamu luangkan waktumu untuk mereka sedangkan tidak untukku.
Terimakasih untuk segala rindu dan penantian yang kau hadiahkan padaku.

   Senja, luruh sudah elokmu ditelan gelap. Tolong sebelum kau gulung jingga keemasanmu, sampaikan salam rinduku untuk –nya. Tak peduli dia mengerti atau tidak, setidaknya aku tau kapan waktunya aku harus berhenti berharap.

Comments

Popular Posts