Ucapkanlah
Kamu berdiri dibawah lampu jalanan.
Remang, gelap.
Ciptakan siluet indah tentang kenangan.
Berjalan gagah menembus cahaya-cahaya yang menyorot disisi kanan dan kiri.
Menghampiri aku yang telah lama menunggu seraya memeluk remukan-remukan hatiku.
Senyummu masih sama.
Hangat dan menenangkan.
Senyum yang selalu ku nanti di setiap hariku.
Senyum itu, yang kini tak lagi jadi milikku.
Aku hanya berdiri terdiam.
Menantimu untuk menggengam tanganku.
Karna sungguh aku tak mampu bila harus melangkah tanpamu.
Aku butuh kamu, sungguh.
Kamu mendekat, menyapaku, lalu tersenyum.
Hentikan, sayang, tak sadarkah kamu membuatku mengikutimu?
Mengikuti jalan pikiranmu, hatimu, matamu, semuanya.
Aku tak siap bila harus menyerahkan serpihan ini sekarang.
Izinkan aku menikmati cinta yang biasa kunikmati.
Senyum yang biasa kukagumi.
Dan kamu yang biasa kucintai.
Kumohon jangan sekarang.
Kita melangkah berdua lagi, berdua.
Namun tanpa rengkuhan tangan, dan candaan mesra.
Kita sama-sama memelihara diam.
Sesekali, aku memperhatikanmu dari sudut mataku.
Berharap kamu ucapkan sesuatu.
Nafas berat jau hembuskan, entah yang keberapa kali.
Kurang ajar,aku tak mampu bertahan lebih lama.
Kumulai untuk bertanya, tentang kita.
Kota ini masih sama, namun cinta didalamnya yang berbeda, begitu juga kamu.
Kamu berhenti, lalu diam.
Melempar pandangan kosong entah kemana.
Hanya maaf dan terimakasih yang kau ucapkan.
Hah, sebodoh itukah aku?
Aku mengenalmu, gesturmu tak berbicata sama seperti lisanmu.
Maaf dan terimakasih tak cukup untuk menebus sakit dan penasaran yang layaknya kubawa mati.
Ucapkan sayang, ucapkan.
Ucapkan apa yang menjadi jawaban dari semua tanyaku, sekarang.
Aku lelah mencintaimu dalam kesakitan.
Aku mohon.
Malam begitu dingin, layaknya dirimu.
Kamu berlalu bersama serpihan hatiku yang kau renggut secara paksa.
Bersama ucapan yang masih jadi hutang untuk kau sampaikan.
Ucapkan.
Comments
Post a Comment